Fikih Rokok: Antara Berpikir Jaringan dan Menjaga Lingkungan Berkelanjutan
Hukum merokok cenderung mengarah kepada ikhtilaf antara makruh tahrim (perbuatan yang mendekati haram) dan haram. Penulis berpendapat bahwa pada wilayah yang sudah memiliki peraturan tentang larangan merokok, maka hukum merokok adalah haram, haram merokok di depan umum, dilakukan oleh anak-anak dan oleh ibu hamil, sedangkan pada wilayah yang tidak memiliki aturan maka akan merujuk pada ratio legis (‘illat hukum) yang berkembang. Namun demikian, bahwa rokok mengandung zat adiktif seperti nikotin serta senyawa karsinogenik yang terbukti menyebabkan berbagai penyakit kronis, termasuk kanker paru, jantung koroner, dan gangguan pernapasan. Berdasarkan kaidah fiqhiyyah “la dharar wa la dhirâr” (tidak boleh membahayakan diri maupun orang lain), serta prinsip maqasid al-syariah dalam menjaga agama, jiwa, akal, nasab, harta dan lingkungan rokok dikategorikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai perlindungan syari’at. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan kerusakan (mafsadah) yang dominan, hukum merokok secara rasional dan etis cenderung mengarah kepada hal yang makruh tahrim) hingga haram. Merokok bertentangan dengan ajaran agama (al-din), karena berkhianat terhadap amanat Allah dan berbuat kedzaliman, membahayakan jiwa (al-nafs) melalui dampak kesehatan, merusak akal (al-‘aql) akibat kecanduan, menyia-nyiakan harta (al-mal) dan merusak lingkunagn (al-bi’ah) mencemari lingkungan dan sapnya berbahaya bagi kesehatan orang di sekitarnya “meskipun tidak berdampak signifikan pada dirinya”. Penulis menekankan bahwa sesuai tujuan syara’ (li jalbil mashalih wa li daf’il mafasid) mengambil kemaslahatan dan mencegak kemudharatan. Maka segala tindakan yang menimbulkan kerusakan (mafsadah) lebih besar daripada kemaslahatan harus dicegah
Penulis : Dr. Agus Hermanto, MHI
Editor : Rudi Santoso, MH & Hendriyadi, MHI
Halaman Buku : 153
DOWNLOAD
PRE-ORDER | Rp. 60.000